Awas!! Obat Ilegal Berefek Halusinasi Banyak Beredar Bebas



Tim gabungan Direktorat V Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Mabes Polri dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggeledah lima gudang di Kompleks Pergudangan Surya Balaraja, Banten. Penggeledahan itu dijalankan dalam operasi pemberantasan obat ilegal pada Jumat, 2 September 2016.
Dari penggeledahan tersebut, tim menemukan sejumlah obat ilegal yang dapat menimbulkan efek halusinasi. Yang mengejutkan, obat-obatan tersebut dijual bebas di pasaran.
” Temuan didominasi oleh obat yang sering disalahgunakan untuk menimbulkan efek halusinasi,” kata Kepala BPOM Penny K Lukito di Mabes Polri, Selasa, 6 September 2016.
Obat-obatan ilegal yang kerap disalahgunakan tersebut antara lain berjenis Trihexyphenydyl, Heximer, Tramadol, Carnophen dan Somadryl serta Dextrometorphan.
Obat jenis Trihexyphenydyl dan Heximer merupakan obat anti-parkinson. Tetapi, bila digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan ketergantungan dan mempengaruhi aktivitas mental dan perilaku yang cenderung negatif.
” Tramadol merupakan pain killer konsentrasi tinggi yang apabila digunakan di luar dosis dapat membuat mabuk,” kata Penny.
Menurut dia, berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM No. 7 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan, Trihexyphenydyl dan Tramadol termasuk dalam golongan Obat-Obat Tertentu (OOT).
” Industri farmasi yang menggunakan bahan baku OOT hanya boleh menggunakannya untuk keperluan produksinya sendiri dan tidak boleh memindahtangankan bahan OOT kepada pihak lain,” ucap dia.
Adapun Carnophen dan Somadryl memiliki kandungan bahan aktif Carisoprodol. Selain itu, Dextrometorphan yang kerap digunakan untuk obat batuk juga disita.
Ketiga obat tersebut tergolong kerap disalahgunakan karena sering menimbulkan efek halusinasi. BPOM telah melarang peredaran ketiga jenis obat tersebut sejak 2013.
Pada kesempatan sama, Wakil Kepala Bareskrim Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Antam Novambar menyebut operasi ini sebagai langkah antisipatif. Sebab, kata dia, obat-obatan tersebut beredar dengan harga yang sangat terjangkau, terutama bagi kalangan ekonomi menengah ke bawah.
” Ini menyelamatkan masyarakat bawah. Sebab, harganya Rp1.000-Rp2.000 (per tablet),” kata Antam.
Terkait kasus ini, Bareskrim belum menetapkan tersangka. Polisi masih memeriksa 16 saksi.
Polisi memperkirakan nilai kerugian yang disebabkan dari obat-obatan yang total berjumlah 41,28 juta butir itu mencapai Rp30 miliar.
Sumber: dream.co.id

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »