HANZHALAH bin Rahib adalah seorang sahabat Anshar dari suku Aus. Ia memeluk Islam sejak awal didakwahkan di Madinah oleh utusan Nabi SAW, Mush’ab bin Umair. Tetapi keputusannya itu harus dibayar mahal, yakni perpisahan dengan ayahnya yang menentang keras dan sangat tidak setuju dengan kehadiran Islam di Madinah. Hal itu berbeda sekali dengan sikap mayoritas penduduk Madinah, baik dari suku Khazraj ataupun Aus, termasuk pemuka-pemukanya.
Ayah Hanzhalah, Abd Amr bin Shaify merupakan salah satu pemuka suku Aus. Ia lebih dikenal dengan nama Abu Amir, dan lebih sering lagi dipanggil dengan nama Rahib. Ketika Nabi SAW telah hijrah ke Madinah, dengan terang-terangan ia memusuhi beliau. Kemenangan kaum muslimin di Perang Badar tidak membuat Abu Amir luluh hatinya untuk memeluk Islam, justru ia meninggalkan Madinah dan pindah ke Makkah, di sana ia terus menghasut dan memberi semangat kaum Quraisy untuk membalas kekalahan dengan menyerang Madinah, hingga terjadilah Perang Uhud, dan ia bersama pasukan yang dipimpin Khalid bin Walid.
Dalam Perang Uhud, Hanzhalah mengetahui kalau ayahnya berada di pihak musuh, karena itu ia berusaha sebisa mungkin tidak bentrok langsung dengan ayahnya. Bagaimanapun juga masih tersisa penghargaan dan penghormatan terhadap ayahnya itu sehingga tidak mungkin ia akan mengayunkan pedang kepadanya.
Dalam suatu kesempatan, Hanzhalah berhasil berhadapan dengan Abu Sufyan bin Harb, pimpinan utama pasukan Quraisy. Semangatnya memuncak, karena kalau ia berhasil membunuh pucuk pimpinannya, pengaruhnya akan besar sekali dalam melemahkan semangat pasukan musuh. Ia bertempur dengan garangnya dan menguasai keadaan, ketika posisinya di atas siap melakukan serangan terakhir untuk membunuh Abu Sufyan, tiba-tiba muncul Syaddad bin Aus (Ibnu Syu’ub) yang ketika itu masih kafir, dari arah belakangnya, yang langsung menikamnya sehingga ia tewas, gugur bersimbah darah menjemput kesyahidannya.
Usai pertempuran, seperti para syuhada lainnya, ia akan dimakamkan dengan pakaian yang dikenakan tanpa dimandikan lagi. Tetapi ketika tiba giliran akan dimakamkan, para sahabat kehilangan jenazahnya. Merekapun mencari-carinya, dan ditemukan di tempat agak tinggi, dan tampak masih basah dan ada sisa air di tanah, melihat keadaannya itu, Nabi SAW bersabda, “Saudara kalian ini dimandikan oleh para malaikat, coba tanyakan kepada keluarganya mengapa ini terjadi?”
Beberapa sahabat mendatangi istri Hanzhalah, Jamilah binti Ubay bin Salul, saudari dari tokoh munafik Abdullah bin Ubay bin Salul, tetapi dia seorang muslimah yang baik. Ternyata mereka berdua ini masih pengantin baru. Ketika perang Uhud tersebut terjadi, sebenarnya mereka masih dalam masa bulan madu. Para sahabat mengabarkan tentang kesyahidan suaminya, dan peristiwa yang terjadi pada jenazahnya, serta perintah Nabi SAW untuk menanyakan sebabnya. Jamilah berkata, “Ketika mendengar seruan untuk jihad, ia seketika meninggalkan kamar pengantin kami, tetapi ia dalam keadaan junub (berhadats besar)….”
Ketika hal ini disampaikan kepada Nabi SAW, beliau bersabda, “Itulah yang menyebabkan malaikat memandikan jenazahnya…”
Karena itulah Hanzhalah bin Rahib mendapat gelaran “Ghasilul malaikat” (Orang yang dimandikan malaikat) dan ia menjadi salah satu kebanggaan kaum Anshar, karena ‘karamah’ yang diperolehnya.[